Seputar Schleiermacher, Baur, dan Mazhab Tuebingen

Seputar Schleiermacher, Baur, dan Mazhab Tuebingen

Oleh Victor Christianto

Shalom para sahabat dalam Kristus. Kemarin siang, selagi berdiskusi dengan mas Bambang Noorsena (lihat artikel sebelumnya), saya jadi teringat rencana menulis ulasan singkat tentang Mazhab Tuebingen.

Alumni Tuebingen
Jika Anda pernah belajar teologi, tentu pernah belajar atau setidaknya mendengar nama nama lulusan Fakultas Teologi Tuebingen, yang disebut sebut sebagai salah satu yang terbaik di Jerman, di antaranya: Karl Barth, Ferdinand Baur, Jurgen Moltmann, Dietrich Bonhoeffer, Paul Tillich, Strauss dan Miroslaf Volf. Lihat lampiran. (1)
Meski yang kerap dianggap sebagai peletak dasar teologi modern adalah Friedrich Schleiermacher (Univ. Halle dan Univ. Berlin), namun tidak urung nama nama seperti Barth dan Baur sangat mewarnai studi teologi.
Saya tidak cukup dekat mengenal pemikiran Schleiermacher dan Barth, namun pernah ada semacam pertentangan antara keduanya.(2)
Yang satu mengusung pendekatan antroposentris sementara Barth dikenal sebagai pelopor neo-ortodoksi. Ringkasnya, Schleiermacher tampak lebih suka bottom-up, sementara Barth lebih cenderung top-down.
Selain para teolog lulusan Tuebingen banyak juga saintis terkenal lulusan Tuebingen, sebut saja misalnya: Johannes Kepler dan Arthur Geiger, penemu alat pencacah Geiger.

Mazhab Tuebingen
Suatu kali saya membaca berbagai makala yang membahas Ferdinand Baur, yang merupakan pencetus Mazhab Tuebingen. Asumsi dasar dari Baur adalah sejarah gereja perdana mengikuti teori dialektika sejarahnya Hegel. (3)
Dan Hegel juga salah satu alumnus Tuebingen.
Misalnya, Baur menulis bahwa ada pertentangan antara Kekristenan Yahudi (Jewish Christianity) sebagai tesis dan Kekristenan Paulus sebagai antitesis, yang kemudian berresultan menjadi Kekristenan model komunitas Yohanin (tercermin dalam Injil Yohanes) sebagai sintesis (mengikuti pola tesis-antitesis-sintesis dari Hegel). (3)
Setelah beberapa dekade berhasil memimpin pemikiran teologi PB pada masanya, akhirnya Mazhab ini ditinggalkan setelah terbit buku dari von Harnack. (4)
Ijinkan saya memberikan ringkasan mengenai 5 kelemahan mencolok dari Mazhab tersebut:

a. Pseudo-Clementine. Baur tampaknya mendasarkan teorinya tentang pertentangan dalam gereja perdana dari perselisihan antara Simon Magus dan Petrus yang disebut dalam naskah Pseudo Clementine. (5)
Namun naskah ini dari abad ke-4 dan non kanonik, jadi tidak layak untuk membangun Teori sejarah gereja perdana. Lagipula naskah ini diduga memang bercorak anti-Pauline (mirip dengan Mazhab Ebionite). Temuan temuan terbaru seperti naskah Laut Mati juga membuat hipotesis Baur ditinggalkan.

b. Historisitas injil Yohanes. Gagasan bahwa Injil Yohanes adalah sintesis menjadi mentah, saat temuan terbaru menunjukkan bahwa Injil ke4 tersebut diduga dari periode yang tidak jauh atau mungkin mendahului Injil Sinoptik. Untuk studi tentang historisitas Injil Yohanes, lihat karya CH Dodd. (6)

c. Kesatuan dalam perbedaan.(7)
Bahwa memang ada perbedaan pendapat antara berbagai faksi dalam gereja perdana, itu mesti diakui (lihat Kis. 15 dan Surat Galatia). Namun juga ada kesatuan dan saling menghormati di antara para pelopor dalam gereja perdana, seperti terlihat dalam 3 ayat berikut:

Kisah Para Rasul 21:18
Pada keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kami mengunjungi Yakobus; semua penatua telah hadir di situ.

Galatia 2:9
Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat;

1 Korintus 3:6
Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. 

d. Perbedaan itu tidak muncul dalam literatur karya bapa-bapa gereja. Seandainya ada pertentangan antara Petrus dan Paulus atau antara Paulus dan Yakobus, tentu akan bisa ditelusuri jejaknya pada literatur bapa bapa gereja yaitu murid murid langsung para rasul. Lalu kenapa Baur bisa melakukan kesalahan fatal seperti itu? Setidaknya ada 2 penyebab:
- Baur berasal dari lingkungan Protestan yang asing dengan studi studi patristik, jadi dia hanya mengandalkan Pseudo Clementine.
- Baur terlalu percaya pada hipotesis dialektika sejarahnya Hegel.

e. Perjumpaan bisa berupa dialog. Seperti ditegaskan oleh Prof. Milad Hanna dari gereja koptik, perjumpaan dengan The Other (yang lain) tidak harus menghasilkan konflik, namun lebih mungkin dialog yang saling mencerahkan. Itu sebabnya Martin Buber,  pelopor pendekatan dialogis, juga tidak setuju dengan Marx (dan Freud).

Penutup
Kiranya menjadi jelas, bahwa gagasan Hegel tentang dialektika sejarah tidak dapat dipertahankan. Apalagi gagasan materialisme-dialektika seperti pada Marx (Marx juga bertolak dari Hegel).
Meski artikel ini mengkritik Mazhab Tuebingen, bukan berarti tidak ada yang  penulis kagumi di antara para lulusan Tuebingen yang sohor tersebut.
Di antara yang saya kagumi ada 4 setidaknya; Johannes Kepler, Dietrich Bonhoeffer yang gigih melawan Hitler, Eta Linemann, dan Olaf Schumann (keduanya pernah mengajar di seminari di negeri ini).

Versi 1.0:  24 januari 2019, pk. 8:29
VC

Sumber:
(1) https://en.m.wikipedia.org/wiki/University_of_Tübingen
(2) http://www.faith-theology.com/2007/07/matthias-gockel-barth-and.html?m=1
(3) https://m.huffpost.com/us/entry/us_4776679
(4) http://self.gutenberg.org/articles/Tübingen_School
(5) http://www.philipharland.com/Blog/2005/10/17/peter-vs-simon-magus-alias-paul-in-the-pseudo-clementines-nt-apocrypha-17/
(6) https://www.bookdepository.com/Historical-Tradition-Fourth-Gospel-C-H-Dodd/9780521291231
(7) lihat juga V. Christianto. Kesatuan dan perbedaan dalam Gereja Perdana. IJT, 2014. URL: https://www.researchgate.net/publication/272831753_Kesatuan_dan_Perbedaan_dalam_Gereja_Perdana_IJT_Volume_2_Nomor_2_Desember_2014

Lampiran:
Daftar beberapa alumni fakultas teologi Tuebingen: (sumber:  ref. 1) 


Theology

Karl Barth, Swiss, Reformed, one of the most influential Protestant theologians of the 20th century

Ferdinand Christian Baur, Protestant theologian and historian of early Christianity and the New Testament

Dietrich Bonhoeffer, Lutheran, one of the most influential Protestant theologians of the 20th century, pastor and opponent of the Nazi Regime

Rudolf Bultmann, one of the most influential Protestant theologians of the 20th century, famous for existential biblical interpretation

Gerhard Ebeling, Protestant theologian, former student of Rudolf Bultmann, expert on philosophical hermeneutics

Johannes Eck (1486–1543), Catholic theologian, counter-Reformer

David F. Ford, Regius Professor of Divinity at the University of Cambridge (since 1991)[42]

Romano Guardini, Roman Catholic priest, author and academic

Walter Kasper, Cardinal in the Roman Catholic Church, very influential Roman Catholic theologian of today

Hans Küng, influential Roman Catholic theologian, critic of Catholic doctrine

Philipp Melanchthon (1497–1560), Protestant reformer, first systematic theologian of the Protestant Reformation

Eduard Mörike, Protestant theologian, famous German poet

Jürgen Moltmann, one of the most influential Protestant theologians of today

Konrad Raiser, Protestant theologian, former General Secretary of the World Council of Churches (WCC)

Charles-Frédéric Reinhard (1761–1837), Württembergian-born French diplomat, essayist, and politician

Friedrich Wilhelm Joseph von Schelling, Protestant theologian, influential philosopher

Adolf Schlatter, influential Protestant theologian

David Strauss, very influential Protestant theologian and writer who revolutionized the study of the New Testament

Paul Tillich, German-American theologian at Harvard University, one of the most influential Protestant theologians of the 20th century

Miroslav Volf, Christian theologian at Yale University

Karl Heinrich Weizsäcker, Protestant theologian and chancellor of the University of Tübingen. 




Komentar

Postingan Populer