ALQIDIS SAM'AN AL-KHARAJ DAN MUKJIZAT BUKIT MUQATAM CAIRO

Et'fatah ISCS, 1 Februari 2019

IMAN YANG MEMINDAHKAN GUNUNG: ALQIDIS SAM'AN AL-KHARAJ DAN MUKJIZAT BUKIT MUQATAM CAIRO*) 

Oleh: Dr. Bambang Noorsena
 
*) Artikel ini hasil rewriting salah satu bahan Refleksi Ziarah "Petra-Egypt-Holy Land Biblical Tours", 11-21 April 2018. 
  
1. CATATAN AWAL

Akibat gempa dan tsunami sebesar 7,4 SR, desa Petobo telah pindah kira-kira 1 km dari letak semula. Peristiwa pergeseran ini dapat dijadikan rujukan untuk memahami mukjizat berpindahnya gunung Muqatam yang terjadi pada tahun 975 M di Cairo pada masa dinasti Fatimiyyah. Sebelumnya gunung itu terletak di Birket el-Fil, dekat Al-Azhar sekarang, telah bergerak kurang lebih 3 km ke arah luar kota Cairo, hingga letaknya yang sekarang.

Terus terang sebelum peristiwa tsunami di Aceh tahun 2004, ketika masih tinggal di Cairo, saya belum bisa membayangkan bagaimana bukit Muqatam itu bisa pindah meskipun karena mukjizat Ilahi. Pasca-peristiwa tsunami Aceh ketika letak pantai bergerak dari tempat semula, saya mulai bisa membayangkan mukjizat itu. Lebih-lebih ketika melihat tsunami Palu tahun ini, khususnya berpindahnya desa Petobo, kini saya baru lebih bisa membayangkan peristiwa mukjizat Mokatam dengan lebih jelas lagi. Memang tidak ada deskripsi secara detail peristiwa Muqatam itu, tetapi tidak ada sumber sejarah sezaman yang menyangkal peristiwa ini. 

2. BERAWAL DARI PERDEBATAN AGAMA YAHUDI-KRISTEN

Kalifah Muiz lidinillah, seorang penguasa dinasti Fathimiyya (969-975 M), sangat terkenal dengan sikap toleransinya terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen, yang waktu itu hidup berdampingan secara damai dengan Islam. Tetap Kalifah. Mu'iz mempunyai hobi yang aneh, yaitu menyaksikan perdebatan agama. 

Pemimpin tertinggi Gereja Ortodoks Koptik saat itu, yaitu Patriarkh Abram Ibnu Zahra al-Suryani (975-979 M), hubungannya sangat dekat dengan Sang Khalifah. Hal itu menyebabkan iri hati Ya'kub bin Killis, seorang Yahudi berkedudukan tinggi, yang terkenal sangat ambisius. Anba Abram yang dikenal sebagai "manusia doa"  ini tinggal di دير السريان "Deir el-Suryan" (Biara Syria),  di Wadi el-Natroun, seorang putra Syria yang terpilih sebagai Patriarkh Gereja Ortodoks Koptik, menggantikan Baba Mina II pada bulan Toba 687 tahun Koptik, yang bertepatan dengan bulan Januari 975 M.  Ya'qub bin Kilis tidak suka kepadanya,  karena kedekatan Sang Patriarkh dengan Kalifah Mu'iz li Dinillah. 

Pada suatu hari,  Sang Kalifah memanggil Ya'qub bin Kilis dan Patriarkh Abram untuk mcengadakan perdebatan agama. Ya'qub bin Kilis  memanggil rekannya, Rabbi Musa,  sedangkan Patriarkh Abram menghadirkan teolog Koptik terkenal, Anba Saweris Ibn Al-Muqaffa', Uskup Asmunain, Mesir utara.  Anba Saweris dikenal ssbagai seorang teolog dan menulis beberapa buku,  antara lain: كتاب التوحيد  "Kitab At-Tauhid" (Kitab Monotheisme)  dan كتاب الاتحاد الباهر في الرد على اليهود  "Kitab al-Itihad al-Bahri fi al-Radd 'ala al-Yahudi" (Buku kesatuan pengajian dalam menjawab kaum Yahudi).

Perdebatan pun berlangsung. Rabbi Musa sangat marah ketika Anba Saweris menyebutnya  الجهل  "al-Jahlu" (bodoh,  ignorence),  karena sang rabbi sulit memahami kebenaran iman dalam Kristus.
"Jangan marah,  hai Rabbi Musa, karena memang seorang nabi telah menyebut kaum Yahudi demikian",  kata Anba Saweris. من يكون هذا النبي؟ "Man yakûnu hadzā al-nabi?" (Siapakah nabi yang telah berkata begitu?),  kejar Rabbi Musa. . انه إِشَعْيَاءَ النبي الذي قال عنكم "Innahu Ish'aya al-nabī alladzī qāla  'ankum" (Dialah Nabi Yesaya yang berkata demikian tentang kalian). "Lembu mengenal pemiliknya, tetapi bani Israel tidak", Anba Seweis mengutip Yesaya 1:3.  "Keledai mengenal. palungan yang disediakan tuanya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya". 

Kalifah tertawa terbahak-bahak. "Benarkah memang ada tertulis demikian dalam kitab Nabi Yesaya?", tanya Kalifah kepada rabbi Musa. "Betul,  Baginda",  jawabnya. Ya'qub bin Kilis sangat malu,  begitu juga rabbi Musa tambah naik pitam atas kejadian yang memalukan itu. Mereka merancang suatu perdebatan lanjutan untuk membalas perlakuan orang Kristen, bahkan kalau perlu menghabisinya.

Sampai suatu hari, ketika kedua orang Yahudi itu menemukan sabda Yesus dalam Injil yang mengatakan:

فَالْحَقَّ أَقُولُ لَكُمْ: لَوْ كَانَ لَكُمْ إِيمَانٌ مِثْلُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ لَكُنْتُمْ تَقُولُونَ لِهَذَا الْجَبَلِ: انْتَقِلْ مِنْ هُنَا إِلَى هُنَاكَ فَيَنْتَقِلُ وَلاَ يَكُونُ شَيْءٌ غَيْرَ مُمْكِنٍ لَدَيْكُمْ.
Falḥaqqa aqûlu lakum lau kāna lakum īmān mitslu ḥabbati khardalin likuntum taqûlûna li hadzā al-jabali: intaqil min hunā ila hunāka fayantaqil, wa lā yakûnu syai'un ghaira mumkin ladzaikum. 
Artinya: Sebab Aku berkata kepadamu: "Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu" (Injil Matius 17:20). 

Ya'qub bin Kilis menyampaikan ayat ini kepada Kalifah: "Kami menemukan ayat ini tertulis dalam Injil, bahwa kalau seorang mempunyai iman sebesar biji sesawi ia akan mampu memindahkan gunung". "Karena itu" , hasut Ya'qub bin Kilis, "Perintahkanlah mereka untuk membuktikan kebenaran ayat dalam kitab suci mereka, wahai Baginda Raja, apabila mereka tidak bisa melakukannya,  mereka harus dihukum karena kepalsuan dan kebohongan agama mereka".  

3. MUKJIZAT BERPINDAHNYA BUKIT MUQATAM 

Akhirnya,  demi keadilan Kalifah memanggil Patriarkh Abram bin Zahra,  supaya orang-orang Kristen membuktikan kebenaran yang ditulis dalam Kitab Injil.  Mereka disuruh meminta Allah untuk memindahkan bukit yang berdiri mengelilingi Birkat Elphil, dekat Al-Azhar sekarang. Tentu saja ini tantangan yang mustahil secara manusia. Tetapi sebagai pemimpin tertinggi umat Kristen di Mesir,  hal itu harus dilakukannya demi mempertaruhkan eksistensi hidup umat Kristen di Mesir pada zaman itu. 

Apalagi, Kalifah sudah setuju dengan empat opsi yang ditawarkanlan oleh kedua orang Yahudi itu:
1. Memenuhi dan mewujudkan perintah Injil untuk secara harfiah memindahkan gunung. 
2. Seluruh umat Kristen harus masuk Islam, apabila imannya tidak terbukti.
3. Jika tidak mau masuk Islam, umat Kristen haus meninggalkan Mesir dan berpindah ke negara lain.
4. Jika mereka tidak mau meninggalkan Mesir, sementara mereka tidak mau masuk Islam, mereka harus dibunuh (Anba Matheus, 2003:51).

Menghadapi pilihan yang sangat sulit itu, Sang Patriarkh menyerukan agar seluruh umat Kristen berdoa dan berpuasa selama tiga hari tiga malam.  Dan selama hari-hari puasa tersebut banyak fenomena surgawi terjadi untuk meneguhkan agar Patriarkh tetap berpegang teguh kepada imannya.  Pertolongan Allah terjadi tepat pada waktunya, ketika akhirnya datang seorang bernama سمعان الخراز‎ "Sam'ān al-Kharrāz" (Simon pengamat kulit),  yang mendapat pesan surgawi melalui Sayidatina Maryam al-Adra' (Bunda Perawan Maryam) agar disampaikan kepada imam terringgi Gereja Ortodoks Koptik itu. 

"Wahai Patriarkh yang mulia, naiklah ke bukit itu bersama-sama dengan semua pemimpin gereja,  imam-imam, diaken dan kepala-kepala diaken,  bawalah Alkitab, salib Kristus,  dan lilin-lilin sebagai penerang di bukit itu.  Setelah melakukan sakramen suci,  tegakkanlah mukamu ke surga, dan serukanlah dengan suara nyaring: كبريا ليسون "Kyrie eleison!"، كبريا ليسون "Kyrie eleison!"، يا رب ارحم "Ya Rabbu irham!" , يا رب ارحم  "Ya Rabbu irham!" .... Bersujudlah kepada Allah yang Maha tinggi,  setiap berdiri buatlah tanda salib ke arah bukit itu,  nanti engkau akan menyaksikan kemuliaan Allah tepat wpada waktunya! ". 

Setelah Kalifah dan seluruh warga kerajaan bertemu dengan Patriarkh Abraham,  mereka siap menyaksikan apa yang akan terjadi.  Sang Patriarkh melakukan apa yang disampaikan oleh Sam'an al-Kharaj.  Setelah melakukan sakramen dan doa-doa,  Patriarkh,  imam-iman, para rahib dan para diaken berseru dengan suara nyaring:  كبريا ليسون  "Kyrie eleison!" كبريا ليسون "Kyrie eleison!",  berulang-ulang sampai 400 kali ke arah timur,  barat,  utara dan selatan,  tiba-tiba bukit itu perlahan mulai bergerak,  kemudian benar-benar berpindah oleh kuasa Allah dalam nama Kristus. 

Menyaksikan mukjizat yang terjadi di depan mata semua orang,  Kalifah Mu'iz li dinillah berseru: عظيم هو الله تعلي  'Adzimu Huwallah ta'ala!",  عظيم هو الله تعلي  'Adzimu Huwallah ta'ala"،  تبارك اسمك  "Tabaraka ismuka" (Allah Maha Agung dan Maha Tinggi, Allah Maha Agung dan Maha Tinggi, Terpujilah nama-Mu). "Cukup. Cukup, ya Patriarkh!", seru Sang Kalifah.  لقد اثبتم ان أيمانكم هو ايمان حقيفي "Laqad atsbatam anna  imanukum huwa imanun haqiqi!" (Telah kalian buktikan bahwa  iman kalian adalah iman yang benar!).

Bukit yang semula berada di Birket Elphil itu memang benar-benar berpindah berjalan sekitar 3 kilometer dari tempatnya semua, suatu fenomena adikodrati yang mungkin mirip bergesernya pantai-pantai akibat tsunami beberapa tahun yang lalu. Karena itu bukit tersebut smapai kini dikenal  مقطم "Muqatam",  ynag berasal dari kata مقطع "maqtha'un"  (terbelah). Sampai hari ini,  Gereja Ortodoks Koptik memperingati mukjizat berpindahnya bukit Muqatam ini dengan puasa 3  hari sebelum 40 hari صوم الصغير "Shaum al-Shaghir" (Puasa kecil), yaitu tmenjelang perayaan Natal ('Id al-Milad), yaitu tanggal 25-27 Nopember. 

Mukjizat ini dicatat oleh seorang saksi mata dan pelaku peristiwa itu,  yaitu Anba Saweris Al-Muqaffa' dalam bukunya  تاريخ بطاركة كنيسة الإسكندرية القبطية  "Tarikh Al-Bathrikiyyah al-Kanisah al-Iskandariya al-Qibhtiya" (Sejarah Kepatriarkhan Gereja Koptik Alexandria). Bahkan Aziz S. Atiya dalam bukunya  تاريخ  المسيحية الشرقية "Tarikh Al-Masihiyya al-Syarqiyya" (Cairo, 2005:88), mencatat dari sumber lain demikian: شهد المعز بصحة الايمان المسيحي  و تعرف عليه، وتم تعميده. وقضي بقية حياته في دير، و تنازل عن العرش لإبنه  "shahada al-Mu'izz bishihat al-iman al-Masihi wa ta'rif 'alaihi watama ta'amidihi wa qudi baqiyat hayatihi fi dir wa tanazul 'an al-'arsy li ibnih" (Al-Mu'izz menyaksikan dan mengetahui keabsahan iman Kristiani akhirnya dibaptiskan, lalu menghabiskan sisa hidupnya di biara, setelah turun takhta dan mewariskannya kepada anaknya).

Sebuah tempat baptisan kuno yang berbeda dengan tempat-tempat baptisan Koptik lain di Gereja "Abu Sifain", Old Cairo, yang masih eksis sampai hari ini, dikenal sebagai معمودية السلطان  أن المعز لدين الله الخليفة الفاطمى قد تعمد فى هذه المعمودية "Ma'mudiya al-Sultan an Al-Mu'izz li Din Allah al-Khalifa al-Fathimi qad ta'amid di hadzihi al-Ma'mudiyah" (Baptisan Sultan, di sini "Mu'iz li dinillah, Khalifah Fatimiyyah, telah dibaptiskan dalam pembaptisan ini). Sebelum pengunduran dirinya, Al-Mu'iz telah menunjuk putranya, Abu Manshur Nizar Al-Aziz Billah ssbagai putra mahkota, yang akhirnya menjadi penggantinya, yang bertakhta antara  365-386 H/975-996 M. 

4. CATATAN PENUTUP 

Tentu saja, ada beragam sikap orang dalam menganggapi kisah mukjizat ini, khususnya di era sekarang. "Para penulis Muslim", tulis Aziz S. Atiya selanjutnya, "seperti Ahmad Zaki Basha dan 'Abdullah 'Enan, menolak kisah mukjizat ini". Meskipun tidak menulis terjadinya mukjizat Muqatam, penulis Muslim Muhammad Suheil dalam  تاريخ الفطميين "Tarikh al-Fathimiyyin" (2015:338), mencatat bahwa Al-Mu'iz sendiri mengawasi langsung pembangunan Gereja "Abu Sifain" dan Gereja "Al-Mua'alaqah", karena sekelompok kaum Muslim Sunni yang menghalang-halangi pembangunan kedua gereja tersebut.

Sejarah mencatat, Kalifah Al-Muiz li Dinillah meninggal di Cairo, pada tanggal 11 Rabi' al-Akhir 365 H/18 Desember 975 M. "Abu Manshur Nizar, putra mahkota. yang meggantikan takhtanya, selama delapan bulan tidak mengumumkan kematian ayahnya", tulis Muhammad Suheil Thaqqusy. Mengapa? Tidak ada catatan sejarah tentang hal itu. Namun seandainya tradisi Ortodoks Koptik yang sekilas  kita kutip benar, maka kebijakan Al-Aziz Billah tersebut dengan mudah bisa dijelaskan. Barangkali karena pertimbangan stabilitas politik, karena Kalifah Al-Mu'iz li Dinillah telah wafat di sebuah biara sebagai seorang pengikut Kristus.¶

Yogyakarta, 31 Januari 2019

Komentar

Postingan Populer