Kepatuhan orang percaya

My Utmost (B. Indonesia)
Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. — Yohanes 13:13

Kepatuhan atau ketaatan kepada Tuhan adalah sesuatu yang berat. Setidaknya itulah pendapat atau perasaan kebanyakan dari kita. Akan tetapi, renungan hari ini menegaskan bahwa kepatuhan atau ketaatan adalah suatu hal yang menyenangkan, dalam hubungan seperti anak-bapa, bahkan dikatakan "kita akan mengagumi Dia siang dan malam".

Kepatuhan Orang Percaya

TUHAN tidak pernah memaksakan otoritas atau wewenang-Nya atas kita. Dia tidak pernah berkata, "Kamu harus tunduk kepada-Ku." Tidak. Dia membiarkan kita sebebas-bebasnya untuk memilih. Malah sedemikian bebasnya sehingga kita dapat meludahi wajah-Nya atau membunuh Dia, seperti yang telah dilakukan orang-orang lain kepada-Nya; tetapi Dia tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun.

Akan tetapi, sekali setelah hidup-Nya dijelmakan di dalam saya melalui penebusan-Nya, maka saya segera menyadari hak-Nya untuk menjalankan otoritas atau kekuasaan-Nya atas diri saya. Itu merupakan penguasaan yang penuh dan berhasil, yang di dalamnya saya mengaku "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak..." (Wahyu 4:11).

Adalah ketidaklayakan (unworthiness) dalam diri sayalah yang menolak untuk tunduk kepada Dia yang layak. Bila saya menjumpai seseorang yang lebih suci dari saya, dan saya tidak mengenal kelayakannya, atau tidak mematuhi perintahnya kepada saya, maka itu merupakan tanda ketidaklayakan saya sendiri yang disingkapkan.

Allah mengajar kita dengan menggunakan orang-orang yang sedikit lebih baik dari kita. Dia terus-menerus berbuat demikian sampai kita bersedia untuk tunduk. Kemudian seluruh sikap hidup kita merupakan sikap ketaatan kepada-Nya.

Jika Tuhan memaksakan kepatuhan kita, Dia hanya akan menjadi seorang mandor dan tidak lagi mempunyai otoritas yang sesungguhnya. Dia tidak pernah memaksakan kepatuhan, tetapi jika kita benar-benar melihat Dia maka kita akan segera mematuhi-Nya. Kemudian Dia dengan "mudah" dan menyenangkan menjadi Tuhan atas hidup kita, dan kita akan mengagumi Dia siang malam.

Tingkat pertumbuhan saya dalam anugerah dinyatakan oleh cara saya memandang ketaatan.

Kita seharusnya mempunyai pandangan yang lebih tinggi pada kata ketaatan. Ketaatan hanya mungkin tumbuh di antara orang-orang yang sepadan dalam hubungan mereka; seperti hubungan antara ayah dan anaknya, bukan antara majikan dan pelayannya.

Yesus menunjukkan hubungan ini dengan mengatakan, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30). "Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dan apa yang telah diderita-Nya" (Ibrani 5: 8). Anak Allah taat sebagai Penebus kita, karena Dia adalah Anak, bukan supaya Dia menjadi Anak  Allah.

Komentar

Postingan Populer