Memelihara Hati Nurani yang Murni

My Utmost (B. Indonesia)
... berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia. — Kisah Para Rasul 24:16

Seorang yang ternama mengatakan bahwa hati nurani adalah kompas kita. Akan tetapi, renungan hari ini menyatakan lebih dalam lagi, hati nurani adalah mata jiwa yang memandang keluar, baik ke arah Allah atau ke arah tolok ukur tertinggi, dan yang terus-menerus mengingatkan kita tentang apa yang dituntut oleh tolok ukur tersebut untuk dilakukan. Kita diajak untuk memelihara hati nurani supaya tetap peka dengan kebiasaan untuk membuka hati kepada Allah.

Memelihara Hati Nurani yang Murni

Perintah Allah kepada kita sesungguhnya karena kehidupan Anak-Nya ada di dalam kita. Terhadap sifat manusiawi kita, perintah-Nya itu terasa sulit, "sampai rupa Kristus menjadi nyata" di dalam kita (Galatia 4:19). Di dalam Dia, perintah itu menjadi mudah secara ilahi jika kita segera mematuhinya.

Hati nurani adalah kesanggupan dalam diri kita yang mengaitkan dirinya dengan tolok ukur tertinggi yang saya ketahui, dan kemudian terus-menerus mengingatkan saya tentang apa yang dituntut oleh tolok ukur tersebut untuk saya lakukan. Hati nurani adalah mata jiwa yang memandang keluar, baik ke arah Allah atau ke arah tolok ukur tertinggi.

Hal ini menjelaskan mengapa suara hati nurani pada masing-masing orang selalu berbeda. Jika saya terbiasa dengan berpegang teguh pada tolok ukur Allah, hati nurani saya akan selalu mengarahkan saya pada hukum Allah yang sempurna dan memberi tuntunan pada apa yang harus saya lakukan.

Pertanyaannya adalah apakah saya mau mematuhinya?

Saya harus berusaha memelihara hati nurani saya tetap peka agar saya dapat hidup tanpa menggusarkan siapa pun. Saya harus hidup dalam keserasian yang sempurna dengan Anak Allah supaya roh saya dibarui melalui dalam setiap situasi kehidupan, dan supaya saya dengan cepat sanggup "membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna" (Roma 12:2; lihat juga Efesus 4:23).

Allah selalu memberi petunjuk kepada kita dengan amat terperinci. Apakah telinga saya cukup peka untuk mendengar bisikan Roh Kudus yang paling lembut sehingga saya tahu apa yang harus saya lakukan? "Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah ..." (Efesus 4:30).

Roh Allah tidak berbicara dengan suara seperti guntur. Suara-Nya sedemikian lembutnya sehingga mudah bagi kita untuk mengabaikannya.

Satu-satunya cara untuk memelihara hati nurani kita agar tetap peka ialah kebiasaan untuk membuka hati kepada Allah. Bila Anda mulai mendebat, berhentilah seketika. Jangan bertanya "Tuhan, mengapa saya tidak dapat melakukan (yang) ini?" Anda berdiri di jalur yang salah. Tidak ada kemungkinan untuk perdebatan jika hati nurani Anda berbicara. Apa pun itu -- buanglah, dan jagalah agar hati nurani Anda tetap jernih.

Doa: 
Ya Yesus, aku berdoa Engkau kiranya membuat kami jadi peka terhadap Roh-Mu. Kiranya kami menyukai hal-hal yang Engkau sukai dan membenci hal-hal yang Engkau benci. Tolonglah kami. Mampukanlah kami untuk hidup dengan hati yang takut akan Engkau dan mengasihi-Mu. Kiranya kebenaran-Mu menjadi standar kami. Berilah agar kami mudah untuk disiplin dan cepat untuk percaya. Terima kasih atas kasih karunia-Mu yang lebih besar daripada semua dosa kami! Amin. (Marian Jordan, pendiri Redeemed Girl Ministries, merespons renungan di atas)

Komentar