Suatu perenungan ringkas: Pohon hayat/ Tree of life dalam logo IKN

Pohon hayat / Tree of life dalam logo IKN

Salam sejahtera para pembaca,

Selamat merayakan peringatan hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni.

Dalam hubungan dengan hari Lahirnya Pancasila tersebut, ijinkan penulis mengajak para pembaca untuk mengingat sejenak cita-cita luhur para founding fathers bangsa ini. Simak misalnya salah satu bagian dari Pembukaan Undang-undang dasar yang antara lain menyebut: "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, ..." (5).
Begitu hebat kalimat pembukaan tersebut bukan?

Sungguh suatu niat yang luhur, jika diingat waktu itu para pendiri bangsa ini baru saja menyatakan kemerdekaan.

Lepas dari pro kontra yang ada, dan meski diakui bahwa tidak semua kita setuju dengan rencana pemindahan ibukota ke kawasan IKN, namun seorang sahabat tempo hari mengirimkan pesan yang menarik dari logo kawasan IKN tersebut. Apakah logo tersebut? Tidak lain adalah "pohon hayat," atau dalam bahasa asing: tree of life.


Logo kawasan IKN, bernuansa "pohon hayat."

Memang dalam kisah-kisah dan legenda di berbagai peradaban kuno, kerap ada kisah mengenai tree of life tersebut. Juga dalam book of Genesis ada disebut mengenai kisah Sang Pencipta memberikan pilihan kepada manusia untuk memilih antara pohon hayat dan pohon pengetahuan akan yang baik dan yang jahat. Hal ini dapat dimaknai sebagai ajakan agar umat manusia menjadi pemelihara dan pengayom kehidupan (1).

Agaknya kira-kira seperti itu yang diharapkan dari logo pohon hayat tersebut, setidaknya dalam upaya pemaknaan sederhana penulis: melalui rencana pemindahan ibukota, ada harapan akan peri kehidupan yang lebih menyejahterakan dan mengayomi kehidupan baik dalam konteks kesejahteraan ekonomi bangsa ini, dan juga dalam konteks memelihara ekosistem negeri, bahkan kawasan.


Planet bumi sebagai ekosistem besar

Ijinkan penulis menambahkan beberapa kalimat dalam hubungan dengan planet bumi sebagai ekosistem besar yang wajib dijaga keseimbangan dan kelestariannya. Beberapa tahun lalu, ada artikel singkat yang diterbitkan di jurnal BPAS Botany. Dan sekitar 2 bulan lalu, ada salah seorang peneliti muda dari Sustainable Engineering/SeSi (Switzerland), yang menghubungi penulis menanyakan di mana tautan untuk mengakses artikel tersebut. Menurut penuturan rekan peneliti muda dari Swiss tersebut, mereka sedang menyiapkan video klip singkat mengenai electroculture (2).

Kemudian penulis terpikir untuk membuat eksperimen singkat mengenai electroculture, paling tidak memperjelas sedikit artikel kami sebelumnya. (3)

Memang banyak sekali sebenarnya hal yang dapat kita lakukan, untuk memulihkan ekosistem yang mengalami kerusakan di sana-sini. Misalnya dalam hubungan dengan penggunaan pupuk kimia berlebihan, para penggerak komunitas eco-enzyme mempopulerkan eco-enzyme sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan tidak melibatkan bahan kimia.(4) Semoga inovasi-inovasi tersebut memberikan inspirasi bagi para pembaca bahwa banyak hal sebenarnya bisa dikembangkan dalam rangka memelihara dan memulihkan lingkungan, jika kita hendak maknai sebagai "etika pohon hayat" tersebut.

Dan terakhir, ada juga tayangan video dari DeepDive mengenai sejenis ikan kecil di laut dalam, yang disebut lanternfish, yang diduga berkontribusi cukup signifikan dalam mendinginkan planet bumi ini. Mungkinkah salah satu sebab pemanasan suhu bumi yang dirasakan di beberapa negara akhir-akhir ini, antara lain disumbang oleh penangkapan ikan lanternfish tersebut? Sila melihat klip tersebut (6). Apakah dengan memelihara planet bumi ini maka banyak kemajuan/inovasi bakal terhambat? Tidak juga, namun kita mesti belajar mengembangkan sains dan inovasi yang tidak destruktif terhadap manusia dan alam/lingkungan, lihat misalnya karya profesor W. Chan Kim dan Mauborgne, Blue Ocean Shift. Lihat juga persepsi kami atas gagasan tersebut (7).

Sebagai penutup, selamat pagi dan sekali lagi: "selamat merayakan peringatan hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni."



versi 1.0: 1 Juni 2023, pk. 5:18
VC

Bacaan lanjutan:

(1) https://www.academia.edu/58434631/Jadilah_pembawa_kehidupan_dan_pohon_kehidupan
(2) V. Christianto. BPAS Botany. url: https://www.academia.edu/49125343/BPAS_Botany_January_June_2021_Volume_40B_Number_1
(3) https://www.academia.edu/101033510/Beyond_Electroculture_modeling_possible_effect_of_low_intensity_laser_pen_to_improve_plant_growth
(4) metode eco-enzyme. url: https://www.academia.edu/50972230/Alam_Diriku_dan_Eco_Enzyme_Modul_PMEE_2021
(5) Pembukaan Undang-Undang Dasar, https://www.mkri.id/public/content/infoumum/regulation/pdf/UUD45%20ASLI.pdf
(6) https://www.youtube.com/watch?v=mKo2ZBtMIXE
(7) https://www.academia.edu/49288818/Remark_on_Neutrosophy_Perspective_on_Blue_Ocean_Shift

Note: "How this tiny Fish is Cooling our Planet" (from DeepDive series)

hint: in this clip from DeepDive, the narrative argues that a tiny fish called lanternfish, found at Mesopelagic zone, actually contribute quite significantly to cool this Planet Earth. Considering that little is known in this underwater / mesopelagic zone's carbon cycle, and considering the increasing air temperature today in many areas in the World, I'm wondering if there are things we can do in order to return or improve the role of those tiny fish (lanternfish) to cool our Planet?
We need more in-depth knowledge in carbon cycle in deep sea.

Just thought this few days ago...

Komentar

Postingan Populer